Wednesday, March 13, 2013

Jika Kecewa Datang

Terasa miris ketika membaca komentar-komentar di fanspage Batik TV.
Orang-orang yang marah karena kehilangan salah satu atau dua channel TV swasta memposting komentar dalam bahasa yang sangat tidak indah untuk dibaca dan dimasukkan ke dalam otak. Begitukah cara penyampaian kekecewaan orang-orang Pekalongan? Sungguh terkesan norak, tak berbudaya, tak berakhlak, tak beradab, tidak dewasa. :(
Ketika kenyataan tak sesuai dengan harapan yang ada, itulah masalah. Dan kemudian muncullah rasa kecewa, frustasi, sedih, bahkan marah. Rasa-rasa tersebut adalah hal yang lumrah untuk dialami seorang manusia. Semua orang--entah itu serang bayi umur seminggu; bocah SD kelas 3; remaja yang sedang dalam masa puber; orang dewasa, orang tua umur 60an, baik itu pedagang; tukang becak; pengajar; insinyur; pegawai bank; computer programmer; mantri; kyai; ataupun ibu rumah tangga dsb-- kadang merasakan perasaan-perasaan yang negatif seperti kecewa dan kawan-kawannya itu.  Semua orang di dunia sama-sama pernah merasakannya. Nama "perasaan"nya sama, tetapi kadar, sebab, cara mengelola perasaan, cara penyampaian perasaannya berbeda.

Kadar perasaan kecewa dekaka setiap orang berbeda. Berbeda karena tipe orang dalam menghadapi masalah itu berbeda-beda; dan berbeda karena tingkat kesukaran masalah juga berbeda. Ada tipe orang yang sangat cuek, cukup cuek, perhatian (terhadap apapun termasuk masalah), dan sangat perhatian (hingga bisa disebut sensitif-- yang kalau ada yang tidak beres sedikit langsung geger). Karakter-karakter orang seperti ini turut mempengaruhi kadar perasaan "negatif" seseorang. Bisa jadi masalah A adalah masalah yang cukup membuat kepala pening bagi XXX; sementara bagi YYY, masalah A adalah masalah krusial dalam hidupnya. Begitu pun tingkat kesukaran masalah. semakin ruwet masalah, semakin menjadi-jadi rasa kecewa dekaka seseorang.

Sebab seseorang merasakan "perasaan negatif" tentu saja tak bisa disamakan dengan orang lain. 

Cara mengelola perasaan dan penyampaian perasaan setiap orang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan kedewasaan, ke-IMTAQ-an (menurut saya), pola pikir, karakter, dan budaya yang dimiliki oleh seseorang. Semakin dewasa seseorang, semakin bijak ia mengelola dan memilih cara penyampaian masalah yang dihadapinya. Semakin merasuk iman dan taqwa seseorang, maka semakin tahulah ia bagaimana memanage perasaannya. Karakter pendiam akan membuat seseorang memendam apa yang dirasanya atau menyampaikan kepada pihak lain (mungkin saja dengan marah-marah kepada orang lain yang tidak ada hubungannya dengan masalah itu, atau mendiamkan orang yang "dimarahi"nya itu alias melancarkan perang dingin); untuk orang yang berkarakter terbuka, mungkin saja ia akan menyampaikan apa yang dirasakannya langsung to the point kepada yang bersangkutan atau marah-marah, mengomel agar semua orang di dunia tahu apa yang sedang dirasakannya.

Setiap orang hidup berkubang masalah, baik sepele maupun gawat darurat. Jika tak ingin dianggap sebagai orang yang childish dan tak berbudaya, kontrol perasaan, jernihkan pikiran dan ambillah cara terbaik dan terhormat untuk menunjukkan "rasa" kita jika memang patut untuk ditunjukkan.
Apapun masalahnya, hati dan otak penentunya. Benar? :)


No comments:

Post a Comment