Malesiiii..
Rasa jengkel menyelimuti hati dan pikiran manakala ada yang ngomong seenak udel sendiri. Nggak pernah mau mendengarkan alasan dibalik kejadian dulu. Asbun. Asal bunyi. Mana omongannya macam kereta pula, nggak ada hentinya.
#edisi curcol di blog biar nggak banyak orang membaca.
CozyBlog
Thursday, January 23, 2014
Sunday, September 15, 2013
Spiders in Holy Qur'an
Spider is a small animal which
can be found in any place. We can find it in house ceiling, the corner, or a
warehouse.
There are many kinds of spider,
such as trapdoor, bolas, and many other. They are in various sizes. Generally,
a spider has two segments of body (they are a cephalothorax—the fusion of head
and thorax, and an abdomen) and eight feet. It does not have antennae. It also
has no mouth and true jaws. But it has pedipalps to grind the prey.
Spiders are well-known with its
net as their home. Spiders build their home using fiber from their abdomen.
Spiders not only use their net as a home but also as a trap. The net traps any
small creatures. Then, the spiders will eat the prey.
Allah SWT mentions spiders in
Qur’an. There is a soorah which is named Al Ankabut (the Spiders). Al Ankabut
is the 29th soorah in Qur’an. It consists of 69 verses. Al Ankabut
tells a story of Prophet Luth and his clan, and other prophets.
Al
Ankabut tells us to believe and to be piety to Allah SWT. We should not believe
in others, except Allah. People who are take allies other than Allah are called musyrikin.
They are like people who keep themselves in spiders’ net. Yet, spiders’ net
cannot keep them from hot, rain wind or enemy. Spiders’ net itself can be
easily broken by wind or rain. This is the parable of musyrikin who believe in
others, not Allah. They submit their fate to something which cannot give any
benefit at all. As Allah says in soorah Al Ankabut aayah 41:
"The
example of those who take allies other than Allah is like that of the spider
who takes a home. And indeed, the weakest of homes is the home of the spider,
if they only knew.”
Sources:
Mikam,
Komarudin Ibnu dan Rahayu, Herlinda Novita. 2011. Binatang Menakjubkan dalam
Al-Quran. Jakarta: Gramedia.
Tuesday, July 2, 2013
Monday, May 20, 2013
Sujud Aja Kok Takut!
23012012
Ketika saya di
rumah, saya mendapati adik saya yang berumur sekitar 9 tahun akan sholat,. Waktu
itu sholat maghrib di kamar, tepatnya di sebelah tempat tidur. Setelah
menggelar sajadah dan memakai mukena, ia mengambil dua bantal. Saya heran, untuk
apa bantal-bantal itu? Saya pikir ia masih mau bermain. Kutegur adikku,”udah tho,
sholat dulu. Mainan bantalnya
ntar kalau sholatnya sudah selesai.” Si adik menjawab, “aku gak
mau main-main kok. Ini mau sholat.” Sambil menjawab begitu, ia menyusun bantal-bantal
itu berjejer di samping tempat tidur. Aku berpikir sebentar, dan kemudian
kutemukan jawabannya. Ternyata maksud adikku menyusun bantal disamping tempat
tidur itu untuk menutupi kolong tempat tidur. Rupanya ia takut kalau-kalau
ketika ia ruku dan sujud, ia melihat “sesuatu” dari kolong tempat tidur.
Hahahaa. Kreatif dan ampuh juga cara adikku mengatasi rasa takutnya itu. Kenapa
dulu aku tidak sampai berpikir ada cara yang seperti itu ya? Hahaha.
Dulu sewaktu aku
kecil—ya sekitar 9 tahun dan ke atas—aku juga mengalami hal yang sama dengan
adikku itu—takut melihat “sesuatu” di kolong tempat tidur ketika ruku’ dan
sujud. Apalagi kalau sholat sendirian, tidak ada orang lain di kamar.
Benar-benar senam jantung deh kalau sudah mau ruku’ dan sujud. Ketika
ruku’ masih mendinganlah takutnya. Tapi kalau sudah sujud, hati berdegup
kencang, mata terpejam kuat, pikiran membayangkan hal yang tidak-tidak, dan
mulut komat-kamit cepat membaca bacaan sujud ingin cepat-cepat menyelesaikan
sujud. Kalau sudah berdiri lagi, sudah lega. Dan ketakutan akan terulang untuk
sujud rakaat kedua, ketiga, maupun keempat. Huft.. benar-benar deh. Benar-benar
apa? Benar-benar gak khusyuk. Hohoho, boro-boro khusyuk, sholat dengan
tenang saja tidak. By the way, ada tidak ya anak kecil yang sholat dengan
khusyuk?
Kalau dilihat
dari sudut pandang psikologi*, saya berasumsi bahwa seorang anak yang berumur
sekitar 8 hingga pra-remaja sudah mengerti, mengenal, dan mengalami rasa takut
akan hantu dan kawan-kawannya. Hal itu terjadi karena mereka sudah bisa
menangkap informasi-informasi dari lingkungan sekitar dengan jelas dan sudah
mampu mengimajinasikannya. Ketika dia mendengar cerita-cerita hantu dari sang
teman; dari tontonan televisi; dari
pembicaraan orang-orang dewasa di sekitarnya; atau pun dari sumber-sumber lain,
dia akan membayangkan apa yang dia dengar dan lihat itu. Informasi atau cerita
tentang makhluk ghaib yang ia dapatkan itu terserap di pikirannya. Mungkin saja
setelah mendengarkan cerita menyeramkan dari temannya sewaktu istirahat
sekolah, ia dan pikirannya bergumul dengan pelajaran-pelajaran dan kemudian ia
tertawa riang bercanda dengan temannya-temannya sewaktu pulang sekolah, ia lupa
akan cerita menyeramkan tersebut. Namun, cerita sang teman tidak berpudar dari
memorinya. Situasi, keadaan, dan persepsi akan sesuatu (semisal sepi, gelap,
berjalan di samping pohon yang sangat besar atau rumah kosong, dan sebagainya)
akan memunculkan kembali memori cerita temannya yang menyeramkan itu, dan
kemudian terbersitlah rasa takut dari pikiran dan relung hatinya. Yah, kecuali
jika si anak memiliki keberanian yang tangguh akan hal-hal seperti itu.
*sudut pandang
psikologi yang dipakai adalah sudut pandang psikologis pengamatan**, bukan
teori karena saya belum pernah membaca buku psikologi anak tentang rasa takut
dan berani—juga buku-buku psikologi lain^^hehee
**psikologi
pengamatan di sini adalah saya mengamati psikologis beberapa anak di sekitar
saya termasuk pengalaman psikologis saya dulu.
Subscribe to:
Posts (Atom)